Makalah teknologi pasca panen cabai


MAKALAH TEKNOLOGI PASCA PANEN
Tentang
CABAI (Capsicum annuum L.)











OLEH:

Nama : Kurniawan
NIM : (316120020)




PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM






2019

KATA PEGANTAR
 Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul : “Teknologi Pasca Panen Tanaman Cabai ”.
Maksud utama peyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur yang telah diberikan oleh pihak dosen mata kuliah Teknologi pasca panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Mataram.
Dalam penyelesaian tugas ini penulis banyak mendapatkan berbagai masukan berupa bimbingan dan saran-saran yang sangat berguna. Penulis berupaya semaksimal mungkin untuk berkarya dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka meningkatkan kualitas akademisi anak bangsa.
Kritik dan saran akan sangat membantu penulis dalam melaksanakan tugas selanjutnya.




Mataram, 12 April 2019

                                                                                                                                  Penulis


         









DAFTAR ISI
COVER I
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 latar belakang 1
1.2 tujuan makalah 4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1. Pengelolahan Pasca Panen primer 5
2.1.1. Panen 5
2.1.2. Sortasi 6
2.1.3 Penyimpanan 6
2.1.4 pengemasan 7
2.1.5 pngangkutan 8
2.1.6 pemasaran 9
2.2 Kerusakan Biologis  Hama Dan Penyakit Pada Cabai 9
BAB III PENUTUP 10
3.1 Kesimpulan 10
3.2 Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12











BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai merah (Capsicum annuum L.) memiliki potensi sebagai jenis sayuran buah untuk dikembangkan karena cukup penting peranannya baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi Nasional maupun komoditas ekspor. Dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampur an minuman dan lainnya, maka kebutuhan bahan baku cabai merah akan terus meningkat setiap tahunnya.
Pada umumnya petani masih menggunakan benih lokal yang ditanam terus menerus serta masih banyak komponen teknologi pra-panen lainnya belum diterapkan secara tepat guna seperti pemupukan berimbang melalui akar, aplikasi PPC/ZPT melalui daun, pemeliharaan tanaman secara intensif, penggunaan mulsa plastik atau jerami, pengendalian hama/penyakit serta gulma.
Beberapa keuntungan dapat diperoleh dengan pengembangan cabai secara intensif :
Peningkatan produksi sehingga mampu memenuhi permintaan untuk skala nasional maupun ekspor.
Peningkatan pemanfaatan sumberdaya lahan baik lahan perkarangan, lahan kering/tegalan kebun maupun lahan sawah.
Peningkatan pemanfaatan tenaga kerja dan bahan baku yang tersedia seperti pupuk kandang, jerami padi, kayu sokongan, dan lain-lain.
Peningkatan konsumsi sayuran sebagai sumber vitamin untuk kebutuhan hidup setiap individu manusia.
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta keluarganya.
Dapat meningkatkan kesuburan tanah pasca panen cabai bila dirotasi dengan komoditas



Di Kabupaten Bima terlebih khususnya, Tanaman cabai merah dapat tumbuh dengan baik disembarang tempat dan memiliki daya adaptasi yang luas, karena itu dapat ditanam di berbagai lahan dan sembarang waktu, tanaman cabai dapat diusahakan baik di lahan sawah, kering, pinggir laut, dataran rendah, ataupun pegunungan (dataran tinggi). Pengusahaannya juga dapat dilakukan pada musim kemarau, musim hujan maupun rendengan. Namun demikian ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan.
Jenis Tanah
Tanah yang paling sesuai untuk tanaman cabai merah (terutama cabai hibrida) adalah tanah yang bertekstur remah, gembur tidak terlalu liat, dan tidak terlalu poros serta kaya bahan organik. Tanah yang terlalu liat kurang baik karena sulit diolah, drainasenya jelek, pernafasan akar tanaman dapat terganggu dan dapat menyulitkan akar dalam mengadopsi unsur hara. Tanah yang terlalu poros/banyak pasir juga kurang baik, karena mudah tercucinya pupuk oleh air. Penambahan pupuk kandang 20-25 ton/ha dapat memperbaiki tanah terlalu liat atau terlalu poros.
Derajat Kemasaman (pH)
Derajat kemasaman tanah yang sesuai adalah berkisar antara pH 5,5-6,8 dengan pH optimum 6,0-6,5. Cendawan berkembang pada hampir semua tingkatan pH, cendawan penyebab layu Fusarium dan cendawan penyebab rebah kecambah seperti Rhizoctoma sp, Phythium sp. berkembang baik pada tanah-tanah asam. Cendawan yang hidup pada pH > 5,5 kehidupannya bersaing dengan bakteri, karena bakteri berkembang baik pada pH > 5,5. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur pertanian pada pH rendah dan belerang (S) pada pH tinggi.
A i r
Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut unsur hara ke organ tanaman, air berperan dalam proses fotosintesis (pemasakan makanan) dan proses respirasi (pernafasan). Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang bersih yang membawa mineral atau unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bukan air yang berasal dari suatu daerah penanaman cabai yang terserang penyakit, karena air ini dapat menyebabkan tanaman cabai yang sehat akan segera tertular, dan bukan air yang berasal dari limbah pabrik yang berbahaya bagi tanaman cabai.
d. Iklim
Faktor iklim yang penting dalam usaha budidaya cabai merah adalah angin, curah hujan, cahaya matahari, suhu dan kelembaban. Angin sepoi-sepoi akan membawa uap air dan melindungi tanaman dari terik matahari sehingga penguapan yang berlebihan akan berkurang. Selain lebah, angin juga berperan penting sebagai perantara penyerbukan, namun angin yang kencang justru akan merusak tanaman. Curah hujan yang diperlukan adalah 1500-2500 mm/tahun. Tanaman dapat tumbuh dan berproduksi baik pada iklim A, B, C, dan D (tipe iklim menurut Schmid dan Ferguson). Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga tidak terserbuki dan banyak rontok. Lamanya penyinaran (foto periodisitas) yang dibutuhkan tanaman cabai antara 10-12 jam/hari, intensitas cahaya ini dibutuhkan untuk fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah dan pemasakan buah. Suhu untuk perkecambahan benih paling baik antara 25-30 0C. Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 24-28 0C. Pada suhu <15 0C >32 0C buah yang dihasilkan kurang baik, suhu yang terlalu dingin menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, pembentukan bunga kurang sempurna, dan pemasakan buah lebih lama.
Kelembaban relatif yang diperlukan 80% dan sirkulasi udara yang lancar. Adanya curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kelembaban sekitar pertanaman. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan meningkatkan intensitas serangan bakteri Pseudomonas solanacearum penyebab layu akar serta merangsang perkembang biakan cendawan dan bakteri. Untuk mengurangi kelembaban yang tinggi jarak tanam diperlebar dengan sistem tanam segitiga (zigzag) dan gulma-gulma dibersihkan.
Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai dari pemanenan sampai pengangkutan harus dilakukan secara hati-hati, Jika tidak maka penanganan akan membuat cabai mudah rusak dan menyebabkan penyusutan terhadap bobot cabai. Jumlah kerusakan yang terjadi mulai dari lapangan sampai ke tingkat pengecer sebesar 23%.
Kerusakan yang terjadi pada cabai dapat terjadi secara mekanis dan fisik. Kerusakan mekanis umumnya terjadi selama pengemasan dan pengangkutan dan kerusakan fisik dapat disebabkan oleh lingkungan tempat penyimpanan cabai terlalu lembab (90%) atau suhu tropis yang tinggi. Kerusakan fisik ini ditandai dengan membusuknya cabai segar yang disimpan. Kelembaban lingkungan tidak boleh kurang dari 80% karena bisa menyebabkan cabai kering sehingga cabai tampak keriput dan terlihat tidak segar lagi. Akibat dari kerusakan mekanis dan fisik ini tentunya sangat merugikan. Oleh karena itu, agar cabai dapat dipertahankan kualitasnya sampai ketangan pembeli, diperlukan penanganan yang baik dari mulai panen sampai pasca panen.
1.2 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui bagaimana penanganan pasca panen pada tanaman cabai
2.    Untuk mengetahui pengolahan primer pada pasca panen tanaman cabai (seperti perlakuan mulai panen sampai komoditas dapat dikomsumsi segar atau siap diolah.
3.    Untuk mengetahui pengolahan sekunder pada pasca panen tanaman cabai (yaitu tindakan yang mengubah hasil tanaman menjadi bentuk lain agar lebih awet).
4.    Untuk membahas mengenai solusi pasca panen pada tanaman cabai
BAB II
PEMBAHASAN
Pasca panen pada tanaman cabai merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tanaman cabai tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Agar buah cabai tetap segar pada saat dijual, sebaiknya buah cabai yang telah masak sempurna (100% merah) harus segera dipasarkan. Tetapi pemasaran dapat ditunda atau buah yang akan dipasarkan jaraknya jauh, buah cabai dipanen pada saat buah matang hijau (merahnya belum merata). Buah yang akan diolah, dipanen setelah matang penuh. Penanganan pasca panen cabai dapat dilakukan berdasarkan prinsip GHP (Good Handling Practices). Penanganan pascapanen yang dibahas dalam tulisan ini meliputi pengolahan primer, yaitu perlakuan mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau siap diolah, serta pengolahan sekunder, yaitu tindakan yang mengubah hasil tanaman (dalam hal ini cabai) menjadi bentuk lain agar lebih awet.

2.1. Pengelolahan Pasca Panen primer
2.1.1. Panen
Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen pada tanaman cabai perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Panen merupakan kegiatan awal dalam penanganan pascapanen.   Pada tahap ini panen tanaman cabai dilakukan pada tingkat kematangan yang tepat dan dengan hati-hati untuk menjaga mutu produk. Cabai dapat dipanen pada umur 60−75 hari setelah tanam untuk yang ditanam di dataran rendah dan pada umur 3−4 bulan untuk yang di dataran tinggi. Cabai dipanen setelah buahnya 75% berwarna merah. Panen dilakukan 3−4 hari sekali atau paling lambat satu minggu sekali, sampai tanaman berumur 4−7 bulan (15 kali panen) atau sesuai kondisi tanaman. Buah yang dipanen terlalu muda akan cepat layu, bobot cepat berkurang, cepat rusak,dan kurang tahan guncangan waktu pengangkutan.

2.1.2. Sortasi
Konsumen terutama pasar swalayan, restoran dan hotel lebih mengutamakan spesifikasi produk yang mereka inginkan dan untuk ini mereka berani membayar lebih besar jika dibandingkan dengan pasar tradisional (wet market). Penampilan produk yang seragam, baik ukuran panjang, diameter, bentuk, permukaan, warna, maupun kekerasan buah, akan memberikan penilaian yang lebih baik. Untuk itu diperlukan sortasi dan grading terhadap buah cabai yang diinginkan konsumen, baik rumah tangga, kelompok konsumen swalayan, restoran, hotel, industri pangan olahan tradisional maupun skala industri. Umumnya, sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul.
Sortasi terhadap warna menjadi hal yang sangat penting bagi konsumen. Karenanya harus ada upaya untuk menstabilkan warna cabe sebelum dikeringkan. Petani di Indonesia akan menghamparkan buah cabai yang sudah dipetik di tempat teduh, dengan tujuan untuk mencegah pembusukan sebelum dijual ke pasar. Tindakan seperti ini disebut curing yaitu mengondisikan buah cabe untuk dapat menyesuaikan dengan keinginan dari pasar.
Dalam penelitian “Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Cabai Merah” memaparkan bahwa beberapa kelompok konsumen seperti hotel, restoran, dan pasar swalayan memberi harga yang berbeda pada cabai berdasarkan kelas mutu. Soetiarso dan Majawisastra (1992) melaporkan, konsumen mempunyai preferensi yang berbeda dalam menempatkan urutan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan harga pembelian cabai merah. Buah cabai yang telah dipanen segera disortasi untuk mencegah kerusakan. Penundaan sortasi akan mempercepat pembusukan. Cabai hasil sortasi yang berkualitas kurang baik masih dapat dipasarkan, meskipun harganya rendah. Sortasi yang dilakukan di petani berbeda yang dilakukan oleh industri. Petani umumnya mengharapkan semua hasil panen dapat dijual.
2.1.3. Penyimpanan
Di Indonesia terlebih khusus di Kabupaten Bima, cabai umumnya lebih banyak diperdagangkan dalam bentuk segar. Karena itu, para produsen dan pengelola komoditas cabai berupaya semaksimal mungkin agar cabai tetap kelihatan segar sampai ke tangan konsumen. Untuk itu diperlukan tindakan yang benar pada saat handling, pengemasan dan penyimpanan agar mutu tetap stabil dan bisa diterima konsumen dengan harga yang tinggi.
Teknologi penyimpanan yang dilakukan sampai saat ini masih sama, setelah pemetikan selanjutnya dilakukan proses fisiologi agar tetap berjalan tergantung pada situasi luar, seperti temperatur dan kelembaban. Proses fisiologi tetap dipertahankan tetapi lajunya harus dikurangi. Caranya dengan menekan tingkat respirasi, yaitu mengatur temperatur dan kelembaban udara di sekelilingnya dengan menempatkan produk dalam ruangan yang sistem udaranya terkendali. Selain laju respirasi, harus juga ditekan laju transpirasi yaitu proses penguapan dari buah cabai dengan cara meningkatkan kelembaban udara dan menurunkan temperatur, atau dengan menempatkan buah cabai dalam kemasan tertentu untuk mengurangi gerakan udara di sekeliling cabai. Penyimpanan cabai merah pada ruang penyimpanan bersuhu 8-12 (C dengan kelembaban 90-95 % dapat mempertahankan masa simpan selama 3-8 hari.
Penyimpanan yang baik dapat memperpanjang umur dan kesegaran cabai tanpa menimbulkan perubahan fisik atau kimia. Cara yang biasa digunakan adalah menyimpan cabai segar pada suhu dingin, sekitar 4O(C. Pendinginan bertujuan menekan tingkat perkembangan mikroorganisme dan perubahan biokimia. Penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara terbaik untuk mempertahankan kesegaran cabai. Suhu optimal pendingin bergantung pada varietas cabai dan tingkat kematangannya. Pendinginan dengan menggunakan refrigerator umumnya lebih mudah dibandingkan dengan cara lainnya. Namun, cara ini sulit diterapkan di tingkat petani karena biayanya yang cukup mahal.
Menurut Saya teknolgi penyimpanannya sudah baik, penyimpanan dengan metode seperti yang sudah saya paparkan di atas sudah menjadi sebuah hal yang tidak aneh lagi di kalangan masyarak khususnya di Bima, karena pada umumnya masyarakat menggunkan metode yang sama secara turun temurun dan hasilnyapun tidak mengecawakan sampai ke tangan konsumen.
2.1.4. Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi mutu cabai sebelum dipasarkan. Pengemasan yang baik dapat mencegah kehilangan hasil, mempertahankan mutu dan penampilan, serta memperpanjang masa simpan cabai. Kemasan yang biasa digunakan untuk memudahkan penyimpanan dan pengangkutan cabai di pasar domestik adalah keranjang bambu, peti kayu, dan plastik. Kemasan yang ideal adalah yang mudah diangkat, aman, ekonomis, dan dapat menjamin kebersihan produk. Kemasan lain yang biasa digunakan pedagang adalah jala dengan kapasitas 9−100 kg. Kemasan ini sangat praktis, tetapi tidak dapat melindungi cabai dari kerusakan mekanis dan fisiologis, terutama pada saat ditimbang dan di dalam alat angkut. Volume kemasan sebaiknya tidak melebihi 25 kg karena kemasan yang terlalu besardapat menurunkan mutu cabai, terutama yang berada di bagian bawah.

Keterangan : Pengemasan cabai menggunakan, keranjang plastik, kardus karton, dan plastik.

Keterangan : Pengemasa tradisional menggunakan daun pisang
2.1.5. Pengangkutan
Pada tahap ini transportasi memiliki peranan penting untuk memindahkan cabe dari lapangan ke tempat pengolahan (sertasi dan grading), kemudian ke pasar dan gudang. Selama proses pengangkutan perlu dicermati penanganannya.
Pengangkutan dengan truk konvensional seperti kendaraan bak terbuka berbeda dengan sistem non konvensional seperti kontainer dengan sistem udara terkendali. Pengangkutan dengan sistem non konvensional cabe relatif lebih aman dari kerusakan fisik, fisiologis maupun mekanis. Namun, pengangkutan dengan kontainer baru digunakan oleh perusahaan besar yang mendapat kontrak dengan pasar swalayan. Sementara itu, untuk pasar tradisional, buah cabe lebih sering diangkut dengan mobil bak terbuka.
Pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan pascapanen dan distribusi cabai. Untuk memperpanjang kesegaran, biasanya pedagang memerlukan alat angkut yang cocok untuk memperlancar pemasaran. Jika jumlah cabai yang dipasarkan sedikit, biasanya petani/pedagang menggunakan pikulan, sepeda atau gerobak. Selama pengangkutan, cabai dapat mengalami kerusakan mekanis karena kontak dengan wadah atau dengan cabai yang lain akibat goncangan. Kerusakan fisiologis juga bisa terjadi akibat gangguan metabolisme dalam bahan. Proses respirasi yang masih berlangsung dalam cabai yang ditumpuk menghasilkan H2O, CO2, dan energi dalam bentuk panas. Jika panas yang dihasilkan berlebihan akan mengakibatkan cabai menjadi layu, respirasi makin cepat, dan jaringan sel mati.
2.1.6 Pemasaran
Pemasaran produk pertanian khususnya cabai di Bima masih belum memiliki kepastian, terutama dalam segi harga. Saat ini, harga produk pertanian masih dipengaruhi oleh banyaknya suplai di pasar, musim dan event-event tertentu seperti hari raya keagamaan.
Jika suplai cabai di pasar terlalu banyak, harganya akan turun. Jika suplai sedikit harganya akan meningkat dari harga rata-rata. Faktor yang paling mempengaruhi harga cabai di pasaran adalah pengaruh musim.
2.2 Kerusakan Biologis  Hama Dan Penyakit Pada Cabai

Jenis kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit, dan biasanya terbawa dari lapangan. Hama penting yang biasanya merusak buah cabe diantaranya adalah lalat buah (Dacus horsalis hend). Sedangkan penyakit penting yang biasa menyerang  buah cabe sehingga menyebabkan busuk buah adalah antraknosa (Colletotricum capsici syidow) dan busuk phytoptora (phytophthora capsici leonian).
Jenis kerusakan mekanis, biasanya terjadi selama pengangkutan dan jenis kerusakan ini diperkirakan lebih besar dibandingkan kerusakan fisiologis dan fisik.
Jenis kerusakan fisis, disebabkan oleh tingginya kelembaban nisbi (diatas 90%) dan suhu tropis yang dapat menyebabkan cabe merah segar menjadi lunak dan membengkak lalu akhirnya menjadi busuk. Selain itu, jika kelembaban nisbi lebih rendah dari 80% akan terjadi pengeriputan buah cabe.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pasca panen pada tanaman cabai merupakan kelanjutan dari proses panen agar bahan hasil panen tanaman cabai tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya.
Cabai dapat dipanen pada umur 60−75 hari setelah tanam untuk yang ditanam di dataran rendah dan pada umur 3−4 bulan untuk yang di dataran tinggi. Cabai dipanen setelah buahnya 75% berwarna merah.
Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai dari pemanenan sampai pengangkutan harus dilakukan secara hati-hati, Jika tidak maka penanganan akan membuat cabai mudah rusak dan menyebabkan penyusutan terhadap bobot cabai. Kerusakan pada cabai dapat secara mekanis dan fisik. Akibat dari kerusakan mekanis dan fisik ini tentunya sangat merugikan. Oleh karena itu, agar cabai dapat dipertahankan kualitasnya sampai ketangan pembeli, diperlukan penanganan yang baik dari mulai panen sampai pasca panen. Penanganan pasca panen cabai dapat dilakukan berdasarkan prinsip GHP (Good Handling Practices). GHP adalah cara penanganan pasca panen yang baik yang berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara pemenfaatan sarana dan prasarana yang digunakan. Sebelum didistribusikan, Penanganan pascapanen primer, yaitu perlakuan mulai panen, sortasi, penyimpanan, curing, pengemasan, pengangkutan, sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau siap diolah. Bahan yang digunakan sebagai kemasan adalah keranjang plastik, karton, plastik, dan daun pisang. Selain itu, untuk kapasitas yang relatif sedikit, bahan kemasan yang dapat digunakan adalah plastik LDPE, stereoform dan daun pisang.
Sortasi pada tanaman cabai yaitu dengan memisahkan buah cabai yang tidak berpenyakit dengan buah cabai yang berpenyakit.
Penyimpanan produk cabai yang telah dipanen dapat disimpan di lapangan atau di ruang tertutup, yaitu bangunan berventilasi, ruang berpendingin atau ruang tertutup yang konsentrasi gasnya berbeda dengan atmosfer.
Pengemasan pada buah cabai bertujuan untuk melindungi mutu produk cabai dari kerusakan mekanis, fisik dan fisiologi pada saat handling, pengangkutan dan bongkar muat.
Pengangkutan dengan sistem non konvensional cabai relatif lebih aman dari kerusakan fisik, fisiologis maupun mekanis.
Jenis kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit, dan biasanya terbawa dari lapangan. Hama penting yang biasanya merusak buah cabe diantaranya adalah lalat buah (Dacus horsalis hend).
Jenis kerusakan mekanis, biasanya terjadi selama pengangkutan dan jenis kerusakan ini diperkirakan lebih besar dibandingkan kerusakan fisiologis dan fisik.
 Jenis kerusakan fisiologis, disebabkan karena terjadi proses kehidupan yang berlangsung pada cabe merah setelah panen.
3.2 Saran
Semoga dengan hadirnya makalah ini, dapat menambah nilai dan manfaat baik bagi diri penulis sendiri maupun pembaca yang terhormat, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi sempurnanya makalah ini. Akhir kata penulis sampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan pada penulisan makalah ini, karena sejatinya manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan dan dosa. Apabila terdapat kelebihan dari penulisan ini itu tiada lain datangnya dari ALLAH SWT, Billahifisabililhaq Fastabiqul Khairot, Wasalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.



DAFTAR PUSTAKA
Asgar A. (2009). Penanganan Pascapanen Beberapa Jenis Sayuran. Makalah Linkage ACIAR-SADI. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.
Sembiring, N.N. (2009). Pengaruh Jenis Bahan Pengemas Terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum annum L). Tesis Pascapanen Universitas Sumatera Utara, Medan.
Setyowati R.N. dan A. Budiarti (1992). Pascapanen Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sunarmani (2012). Teknologi Penanganan Pascapanen Cabai. Makalah Pelatihan pesialisasi Widyaiswara 9-15 April 2012. BBPP Pascapanen Pertanian, Bogor.
Suyanti (2009). Membuat Aneka Olahan Cabai. Cetakan 2. Penebar Swadaya, Jakarta.
Anonima. http://prakosoisme.blogspot.com/2012/02/sistem-pemasaran-cabai-merah-di balai.html
Anonimb. http://nurafni.com/2012/10/07/pemasaran-cabai/
Anonimc. http://www.smartbisnis.co.id/insight/ekspansi-bisnis/6-strategi-pemasaran-yang-efektif-
Asgar, A. 2000. Teknologi peningkatan kualitas sayuran. Makalah disampaikan pada Pertemuan Aplikasi Paket Teknologi, BPTP Jawa Barat, Lembang, 1 Juli 2000.
Asgar, A. 2009. Penanganan pascapanen beberapa jenis sayuran. Makalah Linkages ACIAR-SADI. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. 15 hlm.
Dasuki, I.M. dan H. Muhamad. 1997. Pengaruh cara pengemasan dan waktu simpan terhadap mutu buah salak Enrekang segar. Jurnal Hortikultura 7(1): 566−573.
Duriat, A.S. 1995. Hasil penelitian cabai merah TA 1993/1994. hlm. 201−305 Dalam Prosiding Seminar dan Evaluasi Hasil Penelitian Hortikultura. Pusat Penelitian Hortikultura, Jakarta.
Hartuti, N. dan R.M. Sinaga. 1993. Pengaruh jenis dan kapasitas kemasan terhadap mutu cabai dalam pengangkutan. Buletin Penelitian Hortikultura 3(2): 124−132. Moekasan, T.K., L. Prabaningrum, dan M.L. Ratnawati. 2005.

Komentar